Mempertahankan Kejujuran sebagai Cermin Kepribadian

 


Mempertahankan  Kejujuran sebagai Cermin  Kepribadian

A. Memahami Makna Kejujuran

1. Pengertian Jujur

Dalam bahasa Arab, kata jujur semakna dengan “aś-śidqu” atau “śiddiq” yang berarti benar, nyata, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-ka©ibu”. Secara istilah, jujur atau aś-śidqu bermakna (1) kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; (2) kesesuaian  antara informasi dan kenyataan; (3) ketegasan dan kemantapan hati; dan (4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri kedustaan.

2. Pembagian Sifat Jujur

Imam al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (śiddiq) sebagai berikut.

a. Jujur dalam niat atau berkehendak, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah Swt.

b. Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan. Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali dengan jujur. Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan cara selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji termasuk jujur jenis ini.

c. Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh[1]sungguh sehingga perbuatan żahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya. Kejujuran merupakan fondasi atas tegaknya suatu nilai-nilai kebenaran, karena jujur identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. al-Ahzāb/33:70)

Orang yang beriman perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya karena sangat berdosa besar bagi orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan perkataannya dengan perbuatan, atau berbeda apa yang di lidah dan apa yang diperbuat.

Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa[1]apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. aś-Śaff/61:2-3)

Pesan moral ayat tersebut tidak lain memerintahkan satunya perkataan dengan perbuatan.Dosa besar di sisi Allah Swt., mengucapkan sesuatu yang tidak disertai dengan perbuatannya. Perilaku jujur dapat menghantarkan pelakunya menuju kesuksesan dunia dan akhirat. Bahkan, sifat jujur adalah sifat yang wajib dimiliki oleh setiap nabi dan rasul. Artinya, orang[1]orang yang selalu istiqamah atau konsisten mempertahankan kejujuran, sesungguhnya ia telah memiliki separuh dari sifat kenabian.

Jujur adalah sikap yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang diamanatkan, baik berupa harta maupun tanggung jawab. Orang yang melaksanakan amanat disebut al-Amin, yakni orang yang terpercaya, jujur, dan setia. Dinamakan demikian karena segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya menjadi aman dan terjamin dari segala bentuk gangguan,

baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Sifat jujur

dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan, seperti dalam kehidupan rumah tangga, perniagaan,

perusahaan, dan hidup bermasyarakat.

Di antara faktor yang menyebabkan Nabi Muhammad saw. berhasil

dalam membangun masyarakat Islam adalah karena sifat-sifat dan

akhlaknya yang sangat terpuji. Salah satu sifatnya yang menonjol adalah

kejujurannya sejak masa kecil sampai akhir hayatnya, sehingga ia mendapat

gelar al-Amin (orang yang dapat dipercaya atau jujur).

Kejujuran akan mengantarkan seseorang mendapatkan cinta kasih

dan keridaan Allah Swt. Kebohongan adalah kejahatan tiada tara, yang

merupakan faktor terkuat yang mendorong seseorang berbuat kemunkaran

dan menjerumuskannya ke jurang neraka.

Kejujuran sebagai sumber keberhasilan, kebahagian, serta

ketenteraman, harus dimiliki oleh setiap muslim. Bahkan, seorang muslim

wajib pula menanamkan nilai kejujuran tersebut kepada anak-anaknya

sejak dini hingga pada akhirnya mereka menjadi generasi yang meraih

sukses dalam mengarungi kehidupan. Adapun kebohongan adalah muara

dari segala keburukan dan sumber dari segala kecaman akibat yang

ditimbulkannya adalah kejelekan, dan hasil akhirnya adalah kekejian.

Akibat yang ditimbulkan oleh kebohongan adalan namimah (mengadu

domba), sedangkan namimah dapat melahirkan kebencian. Demikian pula

kebencian adalah awal dari permusuhan. Dalam permusuhan tidak ada

keamanan dan kedamaian. Dapat dikatakan bahwa, “orang yang sedikit

kejujurannya niscaya akan sedikit temannya.”

Contoh Bukti Kejujuran Nabi Muhammad saw.

Ketika Nabi Muhammad saw. hendak memulai dakwah secara terbuka

dan terang-terangan, langkah pertama yang dilakukan, Rasulullah saw.

berdiri di atas bukit, kemudian memanggil-manggil kaum Quraisy untuk

berkumpul, “Wahai kaum Quraisy, kemarilah kalian semua. Aku akan

memberikan sebuah berita kepada kalian semua!”

Mendengar panggilan lantang dari Rasulullah saw., berduyun-duyunlah

kaum Quraisy berdatangan, berkumpul untuk mendengarkan berita dari

manusia jujur penuh pujian. Setelah masyarakat berkumpul dalam jumlah

besar, beliau tersenyum kemudian bersabda, “Saudara-saudaraku, jika aku

memberi kabar kepadamu, jika di balik bukit ini ada musuh yang sudah

siaga hendak menyerang kalian, apakah kalian semua percaya?” Tanpa

ragu semuanya menjawab mantap, “Percaya!”

Kemudian, Rasulullah kembali bertanya, “Mengapa kalian langsung

percaya tanpa membuktikannya terlebih dahulu?” Tanpa ragu-ragu orang

yang hadir di sana kembali menjawab mantap, “Engkau sekalipun tidak

pernah berbohong, wahai al-Amin. Engkau adalah manusia yang paling

jujur yang kami kenal.”





Related Posts:

Comments
0 Comments

0 Response to "Mempertahankan Kejujuran sebagai Cermin Kepribadian"

Posting Komentar